SALAM

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.

Rabu, 29 Januari 2014

Sebuah Kerinduan

       Teringat suatu kisah yang membuatku menjadi mempunyai mimpi besar. Besar sekali. Semoga Allah memberikan kekuatan kepadaku untuk mewujudkannya. Mari simak kisah tersebut, semoga mampu menjadi inspirasi tersendiri. Kisah itu berjudul "Sebuah Kerinduan."
       Suasana di Majelis pertemuan itu menjadi hening sejenak. Semua yang hadir tak sanggup berkata. Mereka seperti sedang mimikirkan sesuatu. Lebih-lebih Sayyidina Abu Bakar. Itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihi melafazkan pengakuan "Rindu saudara-saudaraku umat akhir jaman."
      Seulas senyuman yang sedia terukir dibibirnya pun terungkai. Wajahnya yang tenang berubah warna.
"Apakah maksudmu berkata demikian wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?" Sayyidina Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai menyerabut fikiran.
"Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku (ikhwan)," suara Rasulullah bernada rendah.
"Kami juga ikhwanmu, wahai Rasulullah," kata seorang sahabat yang lain. Rasulullah menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum.
Kemudian baginda bersuara, "Saudaraku ialah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku sebagai Rasul Allah dan mereka sangat mencintaiku. Malahan kecintaan mereka kepadaku melebihi cinta mereka kepada anak-anak dan orang tua mereka."
       Pada ketika yang lain pula, Rasulullah menceritakan tentang keimanan 'ikhwan' baginda: "Siapakah yang paling ajaib imannya?" tanya Rasulullah.
"Malaikat," jawab sahabat.
"Bagaimana para malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka senantiasa hampir selalu dengan Allah," jelas Rasulullah.
Para sahabat terdiam seketika. Kemudian mereka berkata lagi, "Para Nabi."
"Bagaimana para nabi tidak beriman, sedangkan wahyu diturunkan kepada mereka."
"Mungkin kami," celah seorang sahabat.
"Bagaimana kamu tidak beriman sedangkan aku berada ditengah-tengah kalian," pintas Rasulullah menyangkal hujjah sahabatnya itu.
"Kalau begitu, hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih mengetahui," jawab seorang sahabat lagi, mengakui kelemahan mereka.
       "Kalau kamu ingin tahu siapa mereka? Mereka ialah umatku yang hidup selepasku. Mereka membaca Alquran dan beriman dengan semua isinya."
"Berbahagialah orang yang dapat berjumpa dan beriman denganku. Dan tujuh kali lebih bahagia orang yang beriman denganku tetapi tidak pernah berjumpa denganku," jelas Rasulullah.
"Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka," ucap Rasulullah lagi setelah seketika membisu. Ada berbaur kesayuan pada uacapannya itu.
       Kisah ini membangunkan kesadaranku, bahwa aku adalah umat akhir zaman. Ternyata mejadi umat akhir zaman masih ada kesempatan menjadi Saudara-saudara yang dirindukan Rasulullah. Aku ingin mengatakan kepada Rasulullah. "Ya Rasulullah, Saudara-saudara yang Engkau rindukan sudah ada ya Rasulullah, yaitu saya dan teman-teman saya. Dan akan saya ajak yang lainnya untuk beriman denganmu ya Rasulullah."
        Tak ada yang lain yang bisa menjadi Saudara-Saudara yang di Rindukan Rasulullah. Para Malaikat, Para Nabi, dan Para Sahabat saja tidak bisa. Umat akhir zamanlah yang mampu menjadi Saudara-saudara yang disrindukan Rasulullah. Mari kita sama-sama buktikan.

Salam PemimpinMulia

Minggu, 19 Januari 2014

Satu, Biasa, Banyak, Luar Biasa dan Indah.



Kutengadahkan sejenak kepalaku, dengan kaki terus berjalan menuju rumah. Hitam dan abu-abu beradu membuat gradasi menyeramkan tepat diatasku, yang terkadang dibelah cepat oleh cahaya putih. Setiap
kali terbelah, terdengar suara keras yang menggelegar. Mataku pun terpejam tak kuasa melihatnya. Butiran-butiran basah menjatuhi mukaku dan spontan kepalaku menunduk sendu. Kaki berjalan bertambah cepat. Entah kenapa, aku menengadahkan kembali kepalaku. Seolah diriku yang menyuruh. Gradasi itu semakin cenderung gelap. Kakiku terdiam. Ada  satu cahaya. Cahaya kuning ada disana. Satu. Mataku terus mencari yang lainnya. Tidak ada. Hanya satu. Bintang itu bersinar terang. Tak biasanya bintang bersinar dilangit yang mendung dan gerimis. Ku pandangi terus. Indah sekali.
 Aku tersenyum dan pikiranku terbang melayang. Aku mau jadi bintang itu. Walaupun hanya satu, Sinarnya sangat indah. Tak Biasanya bintang bersinar di tengah mendung dan gerimis. Begitu juga aku. Aku tetap ingin bersinar, ketika yang lain mendung. Aku tetap ingin bersinar, ketika yang lain gerimis. Aku tetap ingin bersinar, ketika yang lain menakutkan. Aku adalah keindahan lingkunganku. Tetesan butiran basah dimataku membuat pikiran jatuh bebas dari terbangnya. Mendaratkan kesadaran. Kepalaku menunduk dan meneruskan perjalanan. Sesekali mataku melihat bintang itu. Indah sekali. Tak ingat dipandangan yang keberapa, bintang itu lama-kelamaan hilang tertutup awan. Senyumku hilang. Rasa sedih datang.

Selasa, 14 Januari 2014

Apel Merah, Apel Kuning, dan Apel Hijau

Priiiiiit. Seorang pemilik perkebunan apel yang luas meniup peluit. Tanda panen raya datang. Apel-apel yang sudah matang kaget dan jatuh dari tangkainya. "Semua apel yang matang, silahkan berkumpul ke lapangan." Kata sang pemilik perkebunan. Dengan cepat mereka menggelinding menuju lapangan. "Berkumpul sesuai dengan warna" teriak tegas sang pemilik perkebunan. Kurang dari satu menit, didepan sang pemilik terbentuk tiga tumpukan apel. Tumpukan yang pertama berwarna merah, tumpukan kedua berwarna hijau dan tumpukan ketiga berwarna kuning. Dari tumpukan apel kuning terdengar bisik-bisik

Selasa, 07 Januari 2014

Akulah Inspirator Gendut

AIG (Akulah Inspirator Gendut)
       Inspirator Gendut. Karena badan saya yang gendut, kebanyakan orang bilang seperti itu padahal saya merasa badan saya ideal, saya coba menerima. Tadinya terasa risih dan lumayan tertusuk hatinya sering disebut gendut. Sampai teringat perkataan yang menginspirasi "Jadikan kelemahanmu sebagai kekuatanmu" akhirnya saya mengakui badan saya gendut. Kata gendut yang dulu saya benci, sekarang saya coba senangi dan saya pahami. Ternyata, setelah dipahami, gendut juga mempunyai makna yang luar biasa jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda.